Saturday, March 13, 2010

KAMPUNG AIR

Hidup di ibukota harus siap dengan segala konsekuensinya, karena ini adalah merupakan salah satu dari bagian resiko yang akan kita terima. Ibukota Jakarta memang sudah menjadi kota metropolitan sejak dulu, tapi masih banyak yang harus diperbaiki. Pembangunan yang utama, permasalahan yang menjadi rutinitas adalah tentang pengaturan air. Ya...point utamanya adalah mengatasi permasalahan banjir yang tiap tahun muncul.

Terlebih lagi saya hidup di "kampung air", begitu Paman saya biasa menyebutnya. Setelah tinggal di kota ini akhirnya saya pun merasakan banjir juga hehehe...
Saya akan bercerita sedikit tentang kampung saya..yang harus rela menerima banjir tiap musim penghujan datang.
Tidak heran jika anda berkunjung ke tempat saya pasti anda menemukan batas bekas genangan air yang masuk rumah. Di kampung saya tinggal saat ini, lokasi memang berada di bawah, seperti sebuah ledokan, ada empang disekitar rumah, dan itu dimanfaatkan oleh warga sebagai arena memancing. Dibelakang rumah juga terdapat empang yang airnya kecoklatan, terdapat tumbuhan kangkung yang tidak cukup subur berkembang. Jadi bisa dibilang rumah tempat tinggal saya dikelilingi empang. Selain itu masih ada bebek-bebek yang dipelihara tetengga. Konon kabarnya diempang itu pun ada biawak yang hidup liar. Hm... tempat tinggal saya memang funtastis. Seringkali laba-laba besar masuk rumah. hm..berasa di hutan.

Tiap kali banjir datang kita bisa mendapatkan ikan gratis secara cuma-cuma yang lepas dari empang pemancingan depan rumah di tambah udang air tawar yang masih kecil-kecil. Selain itu keong-keong dan sebangsanya juga akan masuk ke dalam rumah. Biasanya setelah banjir berlalu kita akan melihat bulatan-bulatan berwarna pink yang menempel di sebuah dahan atau tangkai pohon kangkung di empang, Perlu diketahui bulatan itu adalah telur keong, mungkin ketika air melimpah dimanfaatkan oleh hewan satu ini untuk bertelur.


Semua terpusat di ibukota ini, jadi tidak heran jika semua orang ingin menggantungkan hidup di kota ini. Jadi untuk permasalahan banjir dan yang lain terkadang sudah menjadi hal yang tak perlu dirisaukan, mau bagaimana lagi. Mau tidak mau itu dijalani dengan penuh keikhlasan, cie...pemerintah juga tidak menghiraukan rakyat kecil. Hm sedih terkadang..... Di kota ini dari yang terpuruk sekali sampai yang termewah bisa kita jumpai berdampingan. Kesenjangan begitu terlihat di mata kita.Tapi sejujurnya saya lebih nyaman tinggal dan bekerja di rumah sendiri, tapi mungkin memang Tuhan memberi rejeki saya harus datang ke kota ini. Yah sejauh ini saya selalu mencoba untuk mensyukurinya. Dalam benak saya masih tersebit keinginan untuk kembali pulang, dan makaryo di rumah sendiri, di Jogja. Dan ini akan tetap saya usahakan hehehe....

Semoga saja bisa....amin.


Jkt,14 Maret 10