Saturday, March 3, 2012

Pulau Cemeti di Komplek Kraton Jogjakarta

Saya mengayuh sepeda saya masuk ke area kraton, masuk diantara dua pilar gapura bercat putih yang masih kokoh berdiri. Sampai di pasar ngasem saya menyadarkan sepeda saya di tempat parkir dan masuk ke dalam pasar untuk masuk ke taman sari atau biasa disebut juga dengan pulau cemeti. Ya kali ini saya mengunjungi komplek area taman sari dimana orang mengenal tempat ini adalah tempat untuk pemandian puteri-puteri raja.
Mengapa di sebut pulau cemeti karena awalnya kompleks taman sari ini dikelilingi oleh danau. Dahulu untuk menuju ke taman sari Sultan harus menempuhnya dengan kayak atau perahu. Namun kini danau yang dimaksud sudah sirna alias berubah menjadi pasar dan kompleks rumah warga.
Saya sengaja masuk lewat belakang dari pasar yang kini sudah direnovasi, tampak lebih tertata dan bersih. Awalnya pasar ngasem adalah pasar untuk hewan peliharaan, lebih dikenal dengan pasar burung kaena sebagian besar yang dijual adalah burung. Maka tak heran jika anda berkunjung akan banyak anda temui sangkar burung berjajar diantara kios-kios pasar.
Seiring dengan tuntutan zaman dan komplek taman sari ini semakin banyak dikunjungi maka pemda setempat merelokasi pasar hewan ini ke daerah lain, tepatnya di selatan Jogjakarta. Hanya saja untuk pasar sembako dan sayuran masih dipertahankan. Jika anda memasuki kawasan ini dari arah pasar maka Anda akan bertemu dengan bangunan besar yang tidak beratap. Bangunan bergaya eropa ini merupakan tempat perjamuan istana, yang terbangun atas dua lantai. Sayangnya kita tidak bisa naik ke lantai atas mengingat bangunan sudah rapuh akibat tragedi gempa tahun 2006 silam. Jika anda bisa naik ke atas anda dapat menyaksikan pemandangan kota Jogja. Bahkan zaman dulu kata orang setempat jika kita menghadap ke selatan kita bisa menyaksikan laut kidul atau laut selatan dan jika kita menghadap ke utara kita bisa menyaksikan gunung merapi.
Langkah kaki saya pindah ke bagian lain menyusuri kawasan pulau cemeti ini masuk ke dalam dan menjumpai sebuah terowongan yang menuju ke arah masjid. Terowongan ini istimewa karena berada di bawah air. Sebuah arsitektur dan perencanaan bangunan yang luar biasa waktu itu. Orang jaman dulu masih bisa mengatur bagaiman cahaya tetap masuk ke dalam terowongan meski lokasinya berada di bawah air, mereka dapat memperhitungkan keindahan arsitektur dan filosofi dari makna bangunan itu sendiri.
Saya kagum dengan rancangan bangunan masjid ini. Dirancang dengan bentuk melingkar di mana terdapat celah-celah jendela yang menghadap ke tengah bagian bangunan. Tengah bangunan merupakan sumur gemuling tempat ambil wudhu bagi jamaah. Bentuk bangunan memungkinkan suara imam pada saat memimpin sembahyang menjadi menggema dan terdengar oleh seluruh jamaah tanpa harus menggunakan pengeras suara. Masjid ini terdiri atas dua lantai dimana lantai atas untuk jamaah pria dan lantai bawah untuk jamaah wanita.
Beralih kecbagian lain tempat ini kita bisa menemukan dapur umum dan ruang makan. Di dapur umum ini terdapat sumur tua yang masih terdapat air di dalamnya. Banyak koin-koin yang dimasukkan di dalamnya. Entah ini tradisi yang biasa dilakukan orang-orang kebanyakan atau hanya sebuah simbol tertentu. Kemudian menuju kamar sultan, saya tertarik dengan model dipan yang dibangun dari batu bata dan semen kala itu. Sangat besar dan di bawahnya terdapat lubang untuk menempatkan bara api, tujuannya adalah untuk menghangatkan tempat tidur. Di bagian luar kamar Raja waktu itu adalah kebun bunga. Saya dapat membayangkan bagaimana indahnya tempat ini waktu itu. Layaknya sebuah cerita dongeng dari kerajaan yang termahsyur.
Ada satu tempat sakral di bagian ini yang patut anda ketahui yakni adalah tempat untuk bertapa, tempat ini pun terbagi menjadi dua bagian, untuk pria dan wanita. Di bagian depan ruang bertapa ini terdapat bangunan tempat untuk para prajurit berjaga ketika sultan sedang bersemedi di dalam ruangan tersebut. Kabarnya ditempat ini Sultan bisa bertemu dengan Kanjeng Ratu Kidul. Pada bagian ini bangunan yang saya lihat bernuansa campuran antara Islam dengan Hindu.
Sekalipun anda masuk melalui pasar ngasem tetap saja Anda harus membeli tiket masuk, sangat terjangkau hanya IDR 3,000 dan tambahan IDR 1,000 jika anda membawa kamera. Banyak yang bisa kita ungkap dan ketahui atas warisan leluhur bangsa ini. Selamat berwisata budaya dan sejarah kawan.