Ini kali kedua saya menginjakkan bumi Borneo. Akhirnya saya kembali. Saya tersenyum ketika mendapat balasan sms dari seorang dosen di Samarinda. Salah satunya kalimat sms-nya adalah 'rupa terbukti, jika sudah minum air Mahakam, pasti kembali lagi'. Ungkapan tentang hal tersebut memang sudah saya dengar sejak lama. Entah mitos ini terbukti pada saya atau tidak, belum ada sebulan saya sudah kembali ke kota ini lagi.
Samarinda kota Tepian, begitulah jargon dari ibukota Propinsi Kalimantan Timur ini. Kota yang cukup padat dengan pembangunan yang terus berkembang.
Menuju Samarinda ditempuh selama 3 jam dari Balikpapan. Sejauh ini belum ada penerbangan ke Samarinda yang langsung dari Jakarta sehingga Anda perlu menggunakan travel, atau menyewa kendaraan pribadi. Travel biasanya tarif berkisar 100ribu rupiah sedangkan kendaraan pribadi jauh lebih mahal bisa sampai 400ribu. Kondisi perjalanan memang berliku karena kontur jalan yang berbukit-bukit. Ada beberapa pesawat komersial tertentu yang melayani penerbangan dari Balikpapan menuju Samarinda. Namun ketersediaan pesawat ini hanya pada jam-jam tertentu saja.
Kota Samarinda terbelah oleh Sungai Mahakam, yang merupakan sungai terpanjang di Kalimantan. Sungai ini pun menjadi jalur perjalanan perahu-perahu besar termasuk kapal pengangkut hasil tambang seperti batu bara. Sepanjang sungai di dekat jembatan utama disediakan ruang terbuka hijau yang cukup nyaman untuk bersantai, bahkan tersedia arena bermain untuk anak-anak. Setelah melewati jembatan Mahakam kita akan masuk ke pusat kota Samarinda. Disambut dengan bangunan masjid yang cukup megah dengan menara-menara yang menjulang kokoh ke angkasa. Bangunan ini adalah Islamic centre sebagai pusat kegiatan untuk kaum Muslim di Samarinda.
Mengunjungi sebuah daerah tak lengkap tanpa membawa sesuatu yang khas dari daerah tersebut. Saya mendapatkan sebuah kerajinan tangan yang unik dan ini sangat borneo. Sebuah kantong yang dianyam dan kain batik borneo yang mempunyai karakteristik tersendiri. Soal makanan, Samarinda punya kuku macan yang merupakan amplang atau kerupuk ikan yang gurih dan renyah. Rasa dominan ikan yang terasa dengan bumbu khas membuat saya tak berhenti memakannya. Mengkin ada persamaan dengan daerah lain yang mempunyai kerupuk seperti ini hanya saja di Samarinda kerupuk ini berbentuk seperti kuku yang meruncung di kedua ujungnya. Mungkin inilah alasan mengapa disebut dengan kuku macan.
No comments:
Post a Comment