Sunday, September 28, 2014

Pallu Basa dan Pisang Epe Makassar

Ketika hendak ingin berangkat ke kota ini saya dipesan oleh teman kantor untuk mencoba wisata kuliner di Jl. Serigala. Kemudian teman yang satu lagi yang kebetulan asli Makassar juga menyarankan hal yang sama. Bikin penasaran dah, se-fenomenal itu. Akhirnya setelah menginjakkan kaki di kota ini saya mencoba untuk datang ke jalan tersebut. Selepas melakukan aktivitas kerja yang cukup padat siang ini sampai tidak sempat makan siang *haha pake dibahas- saatnya mengumpulkan energi kembali. Makan malam ini balas dendam. Saatnya berburu kuliner. Mengobati rasa penasaran saya dengan Jl. Serigala akhirnya saya dan rekan mencoba mencarinya. Tempatnya ternyata di sebuah komplek pemukiman yang sebagian besar menggunakan nama-nama binatang sebagai nama jalan. Nah, kebetulan lokasi tempat makan ini berada di Jl. Serigala. Jangan dianggap menu makanannya daging serigala ya hehehe... #horor.
Ok sudah bisa menebak apa yang menjadi perburuan wisata kuliner saya? Tidak lain adalah Pallu basa. Tampat ini memang sudah sangat terkenal dan bisa dipastikan tempat selalu rame bahkan Anda harus antri. Pallu basa bisa dikategorikan sebagai masakan sejenis soto, yang membedakan adalah rempah yang digunakan sangat banyak sehingga akan meninggalkan rasa yang kuat dilidah anda. Dengan banyaknya rempah ini kaldu yang dihasilkan berwarna coklat dan keruh. Yang membedakan lagi adalah penggunaan daging kerbau dimana kerbau yang digunakan adalah kerbau lokal asli Sulawesi.
Pada saat memesan Anda akan ditawarkan menu pallu basa menggunakan alas atau tidak. Alas yang dimaksud adalah kuning telur mentah. Inilah istimewanya Pallu basa. Telur ini ditambahkan ke dalam mangkuk pada saat ingin dihidangkan, ketika disiram dengan kuah yang panas kuning telur ini akan menjadi setengah matang. Awalnya saya cukup illfeel dengan tambahan telur ini. Tapi ternyata tidak amis sama sekali. Ditambah lagi dengan perasan jeruk nipis yang bisa ditambahkan sesuai selera. Anda juga bisa memesan isian daging, campur dengan jeroan atau hanya daging saja. Bagi Anda yang punya kolesterol tinggi harap diperhatikan, pasalnya isian pallu basa terdiri atas daging dan jeroan berikut dengan kuning telur setengah matang. Perpaduan yang mantap, bagaimana tidak nikmat. Untuk mengurangi resiko ini maka Anda bisa tambahkan perasan jeruk nipis pada pallu basa atau meminum lemon jus.
Puas menikmati main course saatnya mencari dessert. Perburuan kuliner malam ini tak hanya satu tempat. Saya beranjak mendekat ke tepi pantai Losari. Sepanjang jalan di tepi pantai Losari banyak berderetan penjual pisang epe. Pisang ini merupakan pisang yang dibakar dengan tambahan aneka rasa. Untuk rasa original pedagang hanya menambahkan gula aren untuk menambah citarasa manis. Selain itu kita dapat menikmati rasa yang lain seperti coklat, keju, durian, dll. Pisang eppe sendiri menggunakan bahan baku pisang kepok yang masih setengah tua. Disebut Epe karena pada saat proses pembakaran pisang dipenyet dengan sebuah kayu dan kemudian dibakar kembali. Sambil menikmati hiruk pikuk di boulevard Pantai Losari saya menikmati pisang epe dengan segelas jeruk hangat. Perbincangan saya hanyut dalam sebuah pisang bakar dan angin pantai Losari yang menyapa.
Tidak jauh dari Pantai Losari ada sebuah kawasan wisata kuliner yang bisa Anda coba. Berbagai macam menu seperti Sop Konro, Es pisang Ijo, Seafood, Coto Makssar dan masih banyak yang lain siap menggoyang lidah Anda. Salah satu yang recommended adalah restoran seafood Lea-Lea. Sambalnya yang khas sangat serasi disajikan dengan ikan bakar yang masih segar. Banyak yang bisa Anda coba di Makassar. Selamat berwisata kuliner.
Makassar, 17 Sept 2014

Sunday, September 14, 2014

KABAR DARI LUAR PAGAR

Kembali pulang ke rumah. Alhamdulillah untuk sejenak dapat berkumpul dengan keluarga. Mumpung saya di rumah waktu itu Ibu meminta saya untuk mencari kembali buku-buku cetak yang saya gunakan untuk kuliah. Rupanya ada sodara yang hendak melanjutkan kuliah dengan ambil jurusan kimia seperti saya dulu. Saat membuka lemari dan memilah-milah tumpukan buku saya menemukan buku yang lain. Buku berwarna coklat bergambarkan abdi dalem kraton. Buku ini berjudul "Kabar dari luar pagar". Buku ini cukup berarti bagi saya karena tulisan saya masuk dalam buku tersebut. Buku ini adalah sebuah buku yang dihasilkan dari sebuah kontes menulis. Tepatnya adalah kontes menulis surat untuk Sri Sultan Hamengkubuwono ke X yang diadakan oleh sebuah perguruan tinggi negeri di Jogjakarta. Saya kembali membuka-buka dan membaca isi buku tersebut. Sedikit tersenyum kecil ketika membaca tulisan saya sendiri. Baiklah berikut kutipannya saya tulis kembali maka perlu saya abadikan di blog jika buku tersebut hilang atau rusak.
Yogyakarta, 20 Januari 2003
Yth. Sri Sultan Hamengkubuwono X
Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Assalamualaikum wr. wb
Nuwun sewu, perkenalkan nama saya Ali Muharam. Saya lahir di Yogyakarta, tepatnya di Wirobrajan. Sekarang umur saya 19 tahun. Sampai sekarang saya masih tinggal di kampung tersebut, jadi bisa dikatakan saya ini "wong Jogja Asli".
Saya sebagian dari masyarakat Yogya merasa terhormat bisa menulis surat ini sebagai media penyaluran uneg-uneg saya mengenai keberadaan kota Yogya. Bapak sebagai gurbernur DIY sekaligus sebagai Raja Mataram (Kraton Yogyakarta), tentu memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar. Bukan saja mengurusi masalah pemerintahan saja tetapi juga mengurusi aktivitas perkembangan kraton. Semoga dalam menjalankan tugas, Bapak selalu dikaruniai oleh Tuhan kesehatan jiwa raga.
Kalau boleh berpendapat saat ini Yogya telah berubah. Perubahan telah membawa Yogya menjadi kota yang majemuk. Kemajemukan ini membuat masyarakat mempunyai persepsi yang berbeda-beda dalam menilai Yogya. Salah satu kemajemukan ini terletak pada budaya (culturetourism) yang menjadi salah satu basis industri kepariwisataan DIY. Banyak wisatawan mancanegara tertarik dengan kebudayaan Yogya dan tidak sedikit mempelajarinya. Bahkan ada turis yang mampu berbahasa Jawa. Nah, bagaimana dengan generasi muda kita sendiri? Sungguh ironis apabila kita sampai kalah dengan mereka.
Zaman semakin cepat berubah, era glonal memberikan sebuah etik baru yang menyebabkan masyarakat mudah bosan dan selalu menginginkan hal yang baru. Pengaruh-pengaruh budaya barat telah melekat pada generasi muda kita, termasuk saya. Fenomena tersebut menyebabkan generasi muda cenderung melupakan kebudayaan sendiri, sehingga ada budaya yang masih bertahan dan ada yang telah hilang. Salah satu contoh yang telah mengalami degradasi saat ini adalah penggunaan bahasa Jawa ngoko (kasar), sedangkan bahasa Jawa kromo inggil (halus), selain tidak mengerti juga tidak mau belajar. Pada gilirannya jika berhadapan dengan orang yang lebih tua mulut akan terasa "kaku", tidak tahu harus ngomong apa. Fenomena ini juga merupakan indikasi hilangnya etika, unggah-ungguh, tata krama, dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari. Terus terang saja, saya yang notabene adalah orang Yogya belum spenuhnya mengenali budaya Yogya secara keseluruhan. Saya hanya tahu sebgian besarnya saja, seperti perayaan Sekaten, Grebeg, Bekakak, jamasan Pusaka, Labuhan di Pantai Parangtritis, dan lain-lain. Tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi pada orang lain.
Saya sebagai warga Yogya tentu mempunyai keinginan untuk mengenali labih jauh tentang budaya Yogya, lebih baik lagi jika terlibat di dalamnya. Oleh karena itu melalui surat ini saya ingin ikut urun rembug agar bagimana caranya budaya Yogya lebih dikenal masyarakatnya sendiri. Walaupun sekarang Bapak sedang dipusingkan dengan maraknya aksi demontrasi mengenai kenaikan harga BBM, tarif dasar listrik, dan telepon.
Pengenalan budaya bisa lebih ditekankan kepada anak-anak remaja usia sekolah karena sebagian besar gaya hidup remaja sekarang sudah sangat terpengaruh budaya barat. Langkah pertama bisa dilakukan dengan pengadaan ekstrakulikuler yang berorientasi pada bidang kebudayaan pada setiap sekolah. Dalam pelajaran sejarah bisa diusahakan siswa diberikan tugas untuk membuat makalah atau sejenisnya yang isinya berhubungan dengan bentuk-bentuk kebudayaan Yogya, baik itu yang mengupas dari nilai historisnya maupun nilai sosialnya. Senada dengan hal itu, hal-hal yang sifatnya kompetitif bisa dilakukan secara rutin, seperti lomba karya tulis, cerdas cermat, lomba poster, dan lomba-lomba lain yang bertemakan kebudayaan Yogya.
Kita merupakan bagian dari masyarakat informasi, di mana saat ini informasi sangat mudah untuk didapatkan, contohnya melalui jaringan internet yang merupakan hasil teknologi hibryda (teknologi gabungan) dalam era knowledge society (era masyarakat pengetahuan). Dengan memanfaatkan teknologi tersebut, kita bisa melestarikan budaya dengan mudah. Kita dapat membuat website yang khusus mengupas habis keseluruhan budaya Yogya. Sehingga masyarakat Yogya akan lebih tertarik untuk mengenali kebudayaan Yogya dengan labih baik, dan diharapkan bisa ikut andil untuk bisa mewarisi bukan malah meninggalkannya. Bagaimanapun budaya adalah warisan nenek moyang yang harus dipertahankan.
Dengan mengkaji nilai-nilai yang terkandung di dalamnya bisa dijadikan sebagai pelajaran hidup. Implikasi dan konsekuensi logis positif dari nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya lambat laun akan membentuk jati diri dengan kepribadian yang mau tahu, bisa rumangsa, tepa selira, apresiatidf dan tahu malu.
Barangkali saja sekelumit saran di atas bisa dijakdikan bahan pertimbangan Bapak, bagaimana caranya agar budaya Yogya lebih memasyarakat. Saya merasa prihatin apabila apa yang saya sampaikan di atas ada yang tidak berkenan di hati Bapak. Terakhir, saya mengucapkan terima kasih atas perhatian Bapak. Saya bangga menjadi bagian dari masyarakat Yogya dan semoga Yogya menjadi kota yang "gemah ripah loh jinawi".
Wassalamualaikum, wr. wb.