Mobil terus berjalan melaju melalui bukit dan lembah. Sang sopir dengan gesit mendahului truk-truk yang berjalan dengan lambat. Sore ini hujan turun dengan deras. Dari semenjak saya meninggalkan kota Sawahlunto hujan terus menemani perjalanan saya pulang ke Padang. Perjalanan saya dari Dharmasraya-sebuah kabupaten di ujung timur Sumatera Barat-membuat saya semakin terpana melihat pesona alam Sumatera Barat yang masih cukup terjaga. Saya belum menemui perkebunan sawit sepanjang perjalanan. Nice! Semoga ke depan terus bertahan dan tidak perlu ada perombakan hutan atau segala macam yang merusak alam.
|
Foto diambil dari RSUD Sawahlunto. Keindahan kota Sawahlunto dapat dinikmati dari gardu pandang di atas bukit yang terletak berdekatan dengan tulisan sawah lunto. |
Perjalanan dari Dharmasraya menuju Padang akan melewati kabupaten Sijunjung, Sawahlunto, Solok dan kemudian Padang. Saya mencoba singgah di Sawahlunto, sebuah kota kecil yang terkepung oleh perbukitan. Semacam kota dalam panci atau mangkuk kata sopir di sebelah saya yang memang asli orang minang. Ternyata benar kota Sawahlunto memang kota yang cukup unik dengan nilai historis yang tinggi. Banyak bangunan penginggalan kolonial Belanda yang masih utuh dan bertahan, di sisi lain terdapat stasiun kereta yang sudah tidak aktif. Stasiun ini terhubung sampai kota Solok, di kota tersebut juga terdapat bekas penambangan emas sejak jaman kolonial dulu. Bahkan terdapat terowongan kereta yang menembus bukit sebagai jalur transportasi untuk pengangkutan hasil tambang. Sepintas suasana kota seperti bukan di ranah minang tapi di Eropa. Tata kota dan bangunan-bangunan tua ini menjadi kekayaan heritage yang harus dipertahankan.
|
Stasiun Sawahlunto yang kini menjadi museum |
|
Poster yang terpampang di peron stasiun |
|
Suasana sudut kota Sawahlunto - photo by http://img.okeinfo.net//content/2012/10/19/408/706380/B7BNoj5tMB.jpg |