Hari ini saya ada jadwal bertemu dengan customer di kawasan puspitek yang berada di daerah Tangerang Selatan. Kawasan ini memang jauh dari hiroek pikoek kota, berada dalam satu area yang masih dipenuhi dengan banyak pohon yang membentuk kebun atau hutan sebagai pusat kawasan penelitian. Setelah menyelesaikan urusan dengan customer kemudian saya berpamitan, ketika membuka pintu keluar saya melihat ada seorang bocah laki-laki yang terbaring lesu sampai tertidur pulas. Tampak wajah kelelahan di raut wajahnya yang terpejam, kulitnya tampak kelam akibat paparan sinar matahari dan tampak keringat yang masih sedikit tersisa di dahinya. Siang ini memang terik dan tak sedikit pun awan melintas. Terlebih lagi Tangerang memang merupakan daerah yang cukup panas menurut saya, kondisi ini terjadi karena banyaknya kawasan industri di sekitar tangerang sehingga mempengaruhi lingkungan pemukiman.
Dengan sandal jepit yang masih terpakai dikakinya. Bocah ini cuek dengan kondisi sekitar. Kantor yang saya kunjungi memang sepi dan tenang, tak banyak orang yang berlalu lalang. Saya melihat disampingnya ada sebuah baskom berisi jagung rebus yang disusun dengan rapi dan di atasnya terdapat satu pack kantong kresek sebagai pembungkus jagung bagi pembeli. Sambil mengambil sepatu dirak yang tersedia diluar gedung saya coba memperhatikan bocah ini.
Saya mencoba menghampiri dan berminat untuk membeli jagung tersebut. Itung-itung untuk camilan sore ini. Saya mencoba memanggilnya dan ternyata bocah tersebut langsung terbangun dengan raut wajah yang masih lesu. Saya bertanya, "Dik, jagungnya manis tidak?", bocah itu menjawab singkat, " manis mas". Akhirnya saya memilih dan membeli 2 buah jagung. Diambilnya tas kresek untuk membungkus jagung itu dan saya bayarkan 6.000 untuk 2 buah jagung itu. "Saya kembali bertanya, sudah pulang sekolah dik". Kemudian si Bocah menjawab, "iya sudah mas, langsung jualan jagung mas, bantu ibu".
Saya cukup tertegun melihat kenyataan di depan saya. Apa yang pernah saya lihat di telivisi ternyata saya dapati di kehidupan saya. Seringkali saya melihat program telivisi yang menyangkan tentang kehidupan yang jauh dari kata sejahtera. Banyak anak-anak yang harus bekerja di masa kecilnya demi memperjuangkan untuk bertahan hidup, terkadang bangku sekolah pun tak dibisa mereka rasakan. Dan salah satu hal yang saya temui ini ada di pinggiran metropolitan yang jauh dari kata kekurangan. Ironis memang, terkadang kita melihat kesenjangan yang sangat jauh di depan mata kita.
Ya...fakta ini telah menyadarkan saya. Bagaimana arti syukur itu sendiri. Maka tak sepantasnya kita mengeluh, tak sepantasnya kita mudah menyerah dan putus asa. Saya merasa bersyukur karena Allah banyak mengingatkan saya dengan banyak cara yang indah. Apa pun yang saya kerjakan saat ini, saya harus coba tekuni dan optimalkan sebaik mungkin. Dengan harapan saya bisa meraihnya untuk diri saya dan orang lain. Amin