Adzan Subuh berkumandang. Hari masih gelap. Mata pun masih sedikit berat. Sebelum Subuh staff hotel sudah membangunkan saya. Bakda Subuh ini hotel menyediakan paket tour ke pasar terapung di Sungai Barito dan Pulau Kembang. Kami memang harus berangkat jam 5 pagi untuk bisa menyaksikan aktivitas pasar terapung. Usai menjalankan solat Subuh kami bergegas menuju perahu yang akan membawa kami menuju sungai Barito. Udara agak sedikit dingin menerpa. Rona pagi masih redup menyambut hari. Kami melintasi di antara rumah-rumah di sepanjang pinggir sungai. Rumah-rumah yang berada di sepanjang sungai umumnya adalah rumah kayu. Sayangnya rumah satu dengan rumah yang lain dibangun dengan tak beraturan sehingga tampak kurang rapi dan tertata.
Perjalanan dari menyusuri sungai kecil sampai menuju hulu sungai yang lebar pun tercapai. Setelah menikmati perjalanan selama kurang lebih setengah jam maka sampai lah perahu membawa kami di sebuah pasar. Suasana ramai. Layaknya sebuah pasar tapi ini bedanya berada di atas sungai. Saya bisa melihat langsung aktivitas mereka melakukan transaksi di atas sampan masing-masing. Ketika perahu kami sampai, langsung ada penjual dengan sampannya menghampiri kami. Awalnya saya agak takut karena sampan berhimpitan yang akan mengakibatkan perahu atau sampan tidak stabil dan akan tenggelam. Ternyata mereka begitu terlatih dan sudah terbiasa mengayuh dan mengendalikan sampan. Pada umumnya penjual-penjual adalah ibu-ibu yang menggunakan sampan kecil. Saya kagum dengan ibu-ibu yang terampil mengendalikan sampannya. Mungkin mereka memang bisa berenang sehingga tak khawatir jika sampan mereka terbalik. Beberapa jenis bahan yang dijual adalah sayur-sayuran, buah-buahan, jajanan pasar, sampai cindera mata. Kemudian untuk perahu yang lebih besar menjajakan menu makanan seperti soto banjar, sate, dll. Ada aktivitas seorang penjual sedang membakar sate di atas perahu, di sisi lain ada seorang penjual yang menyediakan jasa memarut kelapa sampai menjadi santan.
Puas melihat-lihat aktivitas jual beli dipasar terapung. Perjalanan kami lanjutkan ke bagian lain. Kali ini kami dibawa menuju ke sebuah pulau. Tak disangka saya melihat banyak monyet menyambut di pinggir dermaga. Sekumpulan monyet ini tinggal di kawasan wisata hutan pulau Kembang. Mereka menantikan kami melempar makanan. Sampai perahu kami mendekat ke dermaga langsung ada monyet yang loncat dan menghampiri perahu kami. Sontak kami kaget dan dengan cepat monyet tersebut merampas makanan milik salah satu penumpang. Perahu perlahan menjauh dan monyet tersebut langsung loncat berenang menuju dermaga. Ternyata bisa juga monyet-monyet itu berenang. Saya jadi teringat dengan sebuah lokasi wisata di Bali yakni monkey forest di Ubud dengan monyet-monyet liar yang juga sering mengambil makanan pengunjung.
Kami tidak turun ke Pulau Kembang. Perahu berputar dan kami kembali ke hotel. Dalam perjalanan menuju ke hotel kami melihat perahu yang menarik muatan bahan tambang batu bara. Sungai ini juga menjadi jalur transportasi untuk mengangkut hasil tambang dan transportasi umum menuju Palangkaraya. Pagi terus beranjak, hari sudah terang. Kami kembali masuk ke percabangan sungai yang lebih kecil. Mualailah saya melihat aktivitas masyarakat yang tinggal di bantaran sungai.
Sungai menjadi layaknya jalan raya. Kita bisa melihat disepanjang pinggiran sungai ada bengkel, jasa jual beli barang bekas, sampai warung makan. Banjarmasin bisa dibilang sebagai kota seribu sungai. Kota yang dibelah oleh sungai-sungai membuat kota ini juga banyak memiliki jembatan. Sungai adalah tempat hidup bagi sebagian besar warga Banjarmasin, karena mungkin air akan sangat mudah didapatkan. Tapi sayangnya kebersihan sungai tidak dijaga. Bahkan warga juga melakukan kegiatan MCK -mandi, cuci, kakus red- di sungai tersebut. Apalagi pemerintah setempat menjadikan sungai-sungai ini menjadi komoditas pariwisata. Menurut saya perlu ada kesadaran dan pembenahan lebih lanjut untuk ke depannya. Kita bisa melihat bagaimana bersihnya wisata sungai di Belanda, mengapa kita tidak bisa? Mari majukan dunia wisata Indonesia.
Banjarmasin, 21 Aug 14
No comments:
Post a Comment