Saya mencoba melihat google map di smartphoe saya dan mencari letak airport dengan pusat kota seberapa jauh. Hmmm... kok nggak ketemu ya? Dalam hati berpikir tapi saya dapat tiket pesawat tujuan ke kota itu. Baiklah saya tidak melanjutkan persoalan ini, mungkin google map belum update. Sampailah pagi ini saya terbang dengan sedikit kesal karena pesawat saya delay. Artinya ada waktu yang akan terbuang karena ada customer yang tidak bisa dikunjungi hari ini. Setelah terbang selama kurang dari dua jam akhirnya pesawat yang saya tumpangi mendarat. Tampak bandara ini masih baru. Lokasi sekitar bandara masih tampak tanah hasil kerukan, sebagian tanah berwarna merah. Warna merah tanah ini adalah tanah yang mengandung bauksit. Sudah tahu saya mendarat di mana? Kota penghasil bauksit ini adalah Tanjung Pinang.
Tanjung Pinang merupakan ibukota Kepulauan Riau yang merupakan Provinsi yang masih baru setelah lepas dari Provinsi Riau. Penjelajahan kota ini kami mulai setelah makan siang di sebuah rumah makan padang. Jalan-jalan kota ini masih cukup lengang tapi kota ini mulai berkembang. Yang menarik adalah pusat pemerintahan menempati sebuah area baru di pulau kecil yang berseberangan dengan pusat kota. Saya melihat pulau ini baru dibuka, dibangun insfrastukturnya. Pembangunan jalan-jalan sudah selasai, pusat pemerintahan yakni kompleks perkantoran gubernur berada di lokasi yang lebih tinggi sehingga terlihat megah dari kejauhan. Ada universitas baru dan tempat ibadah yang megah. Mungkin beberapa tahun lagi wilayah ini akan lebih hidup dengan bergeraknya roda perekonimian kota. Penjelajahan dua hari di Tanjung Pinang cukup mengesankan karena saya melewati jalan-jalan dan alam yang masih terbuka. Jauh dari kata macet seperti di ibukota. Namun sayangnya saya tidak sempat mencicipi masakan khas Tanjung Pinang. Ada yang menarik ketika saya makan di tempat-tempat makan di Tanjung Pinang. Salah satunya adalah nama minuman yang tertulis di menu makanan adalah teh obeng. Ternyata teh obeng adalah teh manis. Mengapa di sebut obeng mungkin karena gerakan untuk mengobeng harus berputar maka untuk teh manis biar gulanya larut perlu di aduk secara memutar seperti gerakan putaran obeng.
Dari kompleks Pemerintahan Tanjung Pinang tampak pusat kota di seberang pulau yang rencananya akan dibangun jembatan penghubung yang pembangunannya masih berjalan sampai saat ini |
Hari kedua penjelajahan tujuan kami beralih ke kota Batam, masih satu provinsi dengan Kepulauan Riau namun kota ini bisa dikatakan lebih maju dibandingkan dengan Ibukota Provinsinya. Untuk mencapai kota Batam saya harus menyeberang dengan kapal Fery. Cukup dengan membeli tiket IDR 57.000 penyeberangan berlangsung selama kurang lebih satu jam. Tak ingin melewatkan pemandangan laut selama perjalanan, saya mencoba untuk duduk di bagian paling atas. Menikmati angin laut yang cukup kencang dan pulau-pulau kecil yang terlewati. Ternyata ada ribuan pulau di Provinsi ini yang potensial terutama untuk hasil lautnya.
Selepas magrib saya tiba di Batam dan langsung menuju hotel. Saya sempatkan untuk jalan-jalan sebentar di kawasan Nagoya yang terkenal dengan pusat perbelanjaannya. Mulai dari barang elektronik sampai barang-barang fashion. Barang-barang ini bisa anda dapatkan lebih murah karena Batam sendiri merupakan area yang bebas dari pajak. Waktu saya untuk menjelajah Batam hanya satu hari, besok saja. Ternyata besok ada satu customer yang lokasinya sudah masuk ke Pulau Setokok. Untuk menuju tempat ini kami harus melewati tiga jembatan besar yang salah satunya adalah jembatan Balerang yang menjadi ikon kota Batam.
Jembatan Balerang - gambar diambil dari Jembatan dua |
Jembatan ini adalah kebanggaan kota Batam. Sayangnya banyak para pengguna mobil yang berhenti di tengah jembatan untuk berfoto, padahal sudah disediakan tempat berfoto yang cukup strategis. Justru kalau berfoto di tengah jembatan yang terlihat mungkin hanya pilar-pilar penyangga jembatan dengan latar belakang lautan. Salah satu spot yang bagus untuk berfoto adalah di jembatan dua. Setelah jembatan Balerang menuju Pulau Setokok anda akan menemui jembatan lagi, yakni jembatan dua. Dari jembatan ini anda bisa berfoto dengan latar belakang jembatan Balerang yang cukup megah. Namun sayangnya lagi saya belum sempat mencoba kuliner khas Batam. Akhirnya saya membeli cake pisang dan cake buah naga sebagai oleh-oleh.
Satu lagi yang cukup sangat disayangkan saya tidak membawa pasport. Singapura cukup dekat dengan Batam, dengan tiket Fery kurang lebih IDR 300.000 PP kita sudah bisa liburan di Singapura.Next time bisa kita agendakan lagi kalau begitu haihai.. :D
Tanjung Pinang - Batam, 11-13Maret15
No comments:
Post a Comment